Minggu, 25 September 2011

Melawan Keterbatasan dengan Kejujuran

“Kebohongan akan selalu membuat orang tidak nyaman, kejujuranlah yang dapat membuat seseorang menjadi nyaman, berhentilah berbohong” – Chandra M. Hamzah
pada acara Apa Kabar Indonesia Malam di TV One 23-09-2011

Mari kita ingat kembali masa - masa di sekolah. Anak – anak yang pintar, selalu didekati teman – teman nya ketika menjelang musim ujian, dan selalu ditinggal ketika musim ujian telah selesai. Didekati dengan harapan mendapatkan “bantuan” ketika ujian, dan dijauhi ketika harapan tersebut tidak dapat dicapai.
“Ah si A pelit banget, masa gw mau nyontek ga dikasih, dipanggil pura-pura ga nengok, sombong banget! mentang – mentang pinter belagu!”
Hal ini tentu nya sangat memprihatinkan. Mereka yang mencoba berbuat jujur selalu dimusuhi oleh mereka yang perbuatannya kurang terpuji.

Kira – kira apa sih yang membuat siswa mencontek ? mungkin jawabannya adalah keterbatasan. Keterbatasan materi yang mereka kuasai, keterbatasan rasa percaya diri, dan keterbatasan lainnya. Keterbatasan materi kebanyakan menjadi alasan utama mengapa siswa mencontek. Disamping karena malas, mereka cenderung tidak memiliki tanggung jawab belajar. Hal tersebut terjadi karena mereka selalu berpikir mereka mempunyai kesempatan untuk mencontek pekerjaan orang lain. Berbagai macam cara mereka lakukan untuk mendapatkan nilai yang baik. Sayangnya, mereka menggunakan cara yang salah.

Faktor lain nya adalah pembiaran atas dasar belas kasihan oleh para pengawas ujian. Dengan harapan siswa nya mendapatkan nilai yang baik, para pengawas ujian yang kebanyakan adalah oknum guru/tenaga ajar, cenderung membiarkan siswa nya mencontek. Tentu saja ini bukanlah rasa kasihan yang semestinya. Semestinya para pengajar mengasihani para siswa nya yang mecontek, karena nilai yang didapat tidak sesuai dengan kemampuan para siswa. Tentu saja ini pembohongan terhadap diri sendiri.

Bagaimana merubahnya ?

Di Universitas tempat saya belajar sekarang, seperti biasa, mahasiswa dilarang untuk mencontek. Perbedaannya adalah, pengawas dan sanksi yang tegas. Pengawas ujian kebanyakan bukan dosen. Tetapi staff universitas. Mengapa seperti itu ? karena dosen atau pengajar cenderung memiliki rasa belas kasihan yang berujung pada pembiaran terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh para mahasiswa. Hal tersebut tentunya dapat memberi keleluasaan kepada mahasiswa untuk berbuat tidak jujur. Oleh karena itu, karyawan yang dianggap lebih “dingin” kepada mahasiswa dipilih menjadi pengawas ujian.

Yang berikutnya yaitu masalah sanksi. Para pengawas ujian diberikan hak penuh untuk langsung menjatuhkan sanksi kepada mahasiswa yang melanggar, bahkan pada teguran pertama. Mahasiswa yang melanggar langsung ditulis namanya di berita acara, dan langsung digugurkan nilainya. Ditambah lagi, nama mahasiswa tersebut akan di tampilkan di papan pengumuman yang ada di semua pintu masuk kampus, yang tentunya akan dilihat seluruh mahasiswa lainnya. Memalukan bukan?

Cara – cara diatas terbukti ampuh, paling tidak untuk diri saya sendiri. Semenjak duduk di bangku perkuliahan, mau tidak mau, saya sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk mencontek. Jangankan kesempatan, niat pun tidak sama sekali.

Mungkin cara – cara tersebut dapat dilakukan di sekolah – sekolah atau di institusi pendidikan lainnya. Dengan harapan teman – teman pelajar akan merasa lebih nyaman dalam mengerjakan ujian. Disamping itu, teman – teman secara tidak sadar, memiliki tanggung jawab untuk belajar dengan baik. Dan yang paling penting, berapapun hasil yang didapat oleh teman – teman, itu merupakan hasil kerja keras sendiri, bukan bantuan orang lain. Ingat, buat apa dapat grade A, nilai 100, rapor 9, dan IPK cumlaude jika didapat dari hasil mencuri. Well, seharusnya anda malu.
"Lawanlah keterbatasan dengan butiran kejujuran"
Sekian, semoga dapat menjadi motivasi buat teman – teman semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar